Kembali ke Definisi
Salah satu komunikasi yang baik adalah saat pihak pembicara
dan pihak pendengar memiliki pemahaman yang sama dengan apa yang mereka bicarakan,
dengan sampainya maksud dari si pembicara maka ini sudah bisa dikatakan
komunikasi yang baik, contohnya seperti saat seorang pria mengatakan "I love
you" kepada seorang wanita, akan tetapi karna si wanita orang kampung,
jadinya si wanita tak paham dengan apa yg disampaikan oleh si pria, maka ini
bukan komunikasi yang baik, akan tetapi saat si pria mengtakan "aden cinto
wakau" atau bahasa indonesianya "aku cinta kamu", dan si wanita
juga membalas dengan "aden cinto waang juo" atau "aku juga cinta
kamu" sambil senyum-senyum malu, maka sampailah tujuan dari pembicaraan
dan ini sudah bisa dikatakan dengan Komunikasi Yang Baik, karna dipahaminya arti
dari kalimat "aku cinta kamu" itu oleh kedua belah pihak.
Hari ini kita dihadapi oleh masalah pemahaman yg sangat
gamblang, seolah-olah tak ada pemahaman yang benar dari setiap kata yang kita
sampaikan, setiap orang boleh berbicara apapun tanpa batasan, baik itu
menyinggung seseorang maupun menyinggung banyak orang, dengan alasan saat semua
orang marah kepadanya, dengan santai ia mengatakan "yang tau maksud
perkataan saya adalah saya sendiri", seolah-olah ia tak salah dan seolah-olah
ia selalu benar, maka jika demikian semua orang akan saling menghina dan
diakhir pembicaraan mengatakan"saya tak menghina, karna yang tahu maksud
dari apa yg saya sampaikan adalah saya sendiri", lalu timbullah
pertanyaan, "Lalu dimana letak kebenaran itu,bung?!" jika setiap
orang berhak untuk berbicara, selalu benar dan tak pernah salah. karna yang benar
itu benar dan yang salah itu salah, namun permasalahannya kini yang benar itu tak
jelas dan yang salah itu juga tak tahu, efeknya adalah Salah Paham Salah pula
Bertindak.
Contoh sederhananya, saat kita akan memilih pemimpin,
sebelum kita memilih pemimpin kita tanya dulu kepada diri kita,
apa itu pemimpin?
Apakah kita akan menjawab, ia yang suka melihat kondisi
masyarakatnya? Ia yg suka turun kejalan? Ia yg suka menyapu jalan? ia yg
mengganti ban mobilnya sendiri? ia yang pergi bekerja naik angkot? ia yang
terkenal? ia yang ganteng? ia yang kaya? Ia yang sering memberi bantuan? De el el
Kebanyakan kita hari ini memandang pemimpin dengan demikian,
efeknya adalah, memang dari segi popularitas ia baik, namun apakah dari segi
kinerjanya ia baik? Silahkan Tanya pada rumput yang bergoyang...
Seolah-olah yang membuat definisi itu hari ini adalah media,
jika ingin sesuatu yang baik itu baik, maka media akan mengatakan itu baik, jika
ingin sesuatu yang baik itu buruk, maka media tinggal bersorak itu buruk,
parahmya jika ingin sesuatu yang buruk itu baik, media tinggal berteriak itu
baik. Maka efeknya kembali kepada kita yang menjadikan media sebagai sumber
kebenaran, padahal sumber kebanaran kita sudah ada dan dibaca tiap maghrib,
tapi masih juga salah, mungkin gak cukup dibaca saja, tapi harus dipelajari...
Sebenarnya permasalahan kebenaran yang tak jelas pada zaman
kita ini, juga terjadi pada zaman Plato dan Aristoteles, lalu apa yang mereka
lakukan?
Singkat cerita pada zaman mereka, ada sekelompok orang yang
menggunakan kata tak pada tempatnya, sehingga menimbulkan kebingungan bagi
khalayak masyarakat, mereka menggunakan kata yang benar tidak pada tempatnya dan
menggunakan kata yang salah juga tidak pada tempatnya, maka timbullah ide untuk
memberi definisi kepada setiap kata, benar itu apa, salah itu apa, cinta itu
apa dan pemimpin itu apa, hingga sekelompok orang yang membingungkan banyak orang
tadi pudar dari khalayak, dan inilah sejarah awal lahirnya ilmu Mantiq, untuk
cerita yg lebih detailnya bisa dibaca pada buku Sejarah dan Ilmu Mantiq
sendiri.
Dan begitulah solusi dari apa yg terjadi pada hari ini,
mungkin kita juga perlu mendefinisikan setiap kata secara benar, benar menurut
siapa? Tentu menurut ahlinya bro.
Saat kita berbicara masalah pemimpin tentu kita kembalikan
apa itu pemimpin kepada para Ulama, karena mereka lebih paham akan Fiqh Siyasah
atau pandangan mereka terhadap kepemimpinan dalam Islam. sebenarnya kita sudah
tau apa itu pemimpin, dengan merujuk kepada pelajaran SD dulu, kita kan telah
pernah belajar sifat wajib bagi Nabi dan Rasul, apa itu sifat wajib bagi Rasul;
1.Shiddiq(jujur)
2.Amanah(dapat dipercaya)
3.Fathonah(cerdas)
4.Tabligh(menyampaikan)
Lalu apa yang mustahil bagi Rasul; lawan dari yang di atas;
bohong, tidak amanah atau khianat, bodoh dan menyembunyikan kebenaran.
Nah, andaikan kita hari ini berpegang pada konsep ini,
niscaya umat Islam akan bangkit seperti saat kejayaan Islam dulu dan tidak
bingung lagi, karna Para Nabi dan Rasul adalah contoh kita, idola kita dan
pemimpin kita, maka sudah sewajarnyalah kita meneladani mereka yang mulia itu,
dan menjadikan pula sifat mereka yang mulia sebagai standarisasi dan kriteria
dari seorang pemimpin. Semoga KPU memiliki standarisasi atau kriteria pemimpin
seperti diatas yaa...
Dan sampailah pada kesimpulan, kebingungan yang terjadi
melanda masyarakat kita, membuat banyak dari kita yang lari dari ini dan itu,
serta takut bertindak ini dan itu, adalah karena ketidaktahuan akan hakikat sesuatu,
sudah menjadi tabiat manusia untuk takut kepada sesuatu yang tak ia pahami dan
takut berbeda dengan kebanyakan orang, padahal manusia itu sendiri juga punya
sifat penasaran loh. jika kita mau
berusaha untuk mencari tahu, maka kita tak akan ketakutan dan tak selalu yang
banyak itu benar dan yang sedikit itu salah, sudah dibuktikan oleh sejarah para
Nabi dan Rasul terdahulu, jarang ada diantra kaumnya yang banyak untuk mau
menerima kebernaran dan Risalah mereka. Maka pahamilah sesuatu yang tak kita
pahami, jika kita tak tahu, maka katakan saja tidak tahu, karena jujur lebih
berwibawa dari pada sok tau lagi salah, dan jika ingin tahu, belajarlah dan
tanyakan kepada ahlinya.
Terakhir, saat kita tahu akan hakikat dan maksud dari suatu
kata, maka kita akan cerdas dalam menyaring berita dan informasi, karena ada
banyak hoax dan bohong pada media, disamping kebenaran yang selalu berusaha untuk
mengimbanginya.
Semoga kita selalu menjadi manusia yang mau berpikir, tawadu'
dan tidak mudah men-share segala berita yang belum jelas kebenarannya.
Wallahu A'lam
By : Zia Ulkausar Mukhlis
0 komentar: